Indonesia Importir Gula Terbesar Dunia, Ini Seruan DPR
By Admin
Sektor industri gula diminta berbenah dengan peningkatan produksi, salah satunya melalui perluasan lahan. Tanah negara bisa menjadi alternatif penyediaan kebutuhan lahan itu.
nusakini.com - Yogyakarta - Indonesia kini menjadi salah satu importir gula terbesar dunia, dengan India, Thailand, Vietnam dan Australia sebagai negara sumber komoditas ini. Tentu, menjadi keprihatinan tersendiri, negara dengan luas wilayah lebih kecil seperti Thailand dan Vietnam, justru menjadi pemasok gula ke Indonesia.
Anggota Komisi VI DPR RI, Aria Bima, menyebut peningkatan produksi adalah satu-satunya pilihan. Wacana yang berkembang selama ini antara DPR dan pemerintah, salah satunya adalah dengan memanfaatkan tanah negara, yang ada di bawah pengelolaan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Dari sisi on farm, pemanfaatan lahan Perhutani untuk perluasan areal tanam. Jadi untuk kebutuhan gula konsumsi, 3,03 juta ton itu dibutuhkan 250 ribu hektare. Sedangkan untuk gula kristal rafinasi untuk tiga juta ton membutuhkan 400 ribu hektare,” kata Aria Bima dalam diskusi terkait swasembada gula di kampus Universitas Gadjah Mada, Jumat (8/4) seperti dikutip dari voaindonesia.com.
Saat ini, lanjut Aria Bima, pemenuhan gula kristal putih masih dipercayakan kepada importer produsen untuk mengolah raw sugar. Namun, di sisi lain mereka tidak diwajibkan menyiapkan upaya untuk berproduksi. Padahal, tambahnya, sudah ada keputusan pemerintah dengan penyediaan lahan milik KLHK seluas 400 ribu hektare.
Selain penambahan lahan, Aria Bima juga memandang penting pemakaian bibit tebu unggul hasil riset. Pemerintah telah memiliki laboratorium riset di Pasuruan, Jawa Timur, untuk komoditas ini, sehingga seharusnya tidak ada persoalan.
Di luar soal lahan perkebunan, pemerintah juga harus fokus terhadap kebutuhan pembiayaan untuk petani. Menurut Bima, mereka tidak mungkin menanggung sendiri biaya tanam tebu. Dukungan juga dibutuhkan dari pabrik gula.
"Kemudian perlu revitalisasi dan amalgamasi pabrik gula dan BUMN. Dibutuhkan 20 pabrik gula baru masing-masing dengan kapasitas 10 ribu TCD. Dana yang dibutuhkan untuk 4 ribu TCD (ton cane per day -red) itu Rp2 triliun, jadi bisa dikalikan kebutuhan dananya,” tambahnya.
Pemerintah juga perlu menerapkan kebijakan industri gula satu pintu, pengendalian impor secara bertahap, dan riset untuk benih tebu yang lebih baik.
Lahan Negara Lebih Cepat
Sementara Anggota DPR Komisi IV, Dedi Mulyadi, satu suara dengan Aria Bima terkait perlunya menambah areal tanam tebu. Namun, dia menyebut akan sangat panjang prosesnya jika pabrik gula menambah lahan kebun tebu melalui proses biasa. Penyiapan lahan dan perijinan akan memakan waktu, terutama di tingkat pemerintah daerah.
“Cara yang cepat adalah alokasi areal tanah negara. Ini yang dioptimalkan. Proses perizinannya bisa dilakuan dalam waktu cepat, cukup diskusi para menteri dalam rapat koordinasi terbatas, kemudian mengambil keputusan secara cepat,” ujarnya.
Selain itu, Dedi juga menggarisbawahi bahwa persoalan swasembaba gula juga tergantung nasionalisme.
Karena persoalan impor itu bukan hanya pada persoalan ketersediaan dan ketidaktersediaan. Tetapi persoalan hawa nafsu orang. Pedagang, yang ingin mengambil untung secara cepat,” ujarnya.
Dalam kondisi semacam itu, justru kekurangan gula nasional akan menjadi rejeki manis bagi para importer. Membeli gula dari luar negeri akan mendatangkan keuntungan dalam waktu cepat, hitungan pekan atau bulan. Namun, membangun produksi gula nasional adalah proses sangat panjang.
Badan Pengelola Dana Tebu
Guru Besar Ekonomi Pertanian dan Agribisnis UGM, Prof. Dr. Ir. Irham, mengakui perbaikan kondisi sektor perkebunan tebu dan produksi gula membutuhkan dana sangat besar. Karena itulah, dia mendorong pemerintah dan DPR segera membentuk Badan Pengelola Dana Perkebunan Tebu. Badan ini bertugas menarik dana dari importer gula. Dana yang dikelola badan inilah yang kemudian dipakai untuk meningkatkan produksi.
"Sasarannya adalah perbaikan kesejahteraan petani, pembangunan riset, pengembangan adopsi teknologi, revitalisasi pabrik gula, kemudian penguatan industri hilirnya,” ujar Irham dalam diskusi yang sama.
Sedangkan tujuan pembentukan badan ini menurut Irham adalah pengelolaan dana pungutan gula, peningkatan kapasitas produksi, peningkatan daya saing dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia, khususnya petani tebu.
"Berkaitan dengan akselerasi menuju swasambada gula nasional, maka dana itu bisa digunakan untuk bongkar ratun tebu petani, introduksi budidaya, pengadaan bibit tebu untuk petani, pengadaan sarana budidaya seperti traktor, penelitian dan pengembangan gula, serta pembinaan petani tebu,” lanjutnya.
Irham sendiri optimis peningkatan produksi tebu dan gula bisa dilakukan. Dia memiliki data penelitian di enam pabrik gula milik PTPN pada 2018. Dengan pendekatan dari berbagai sisi, produksi tebu akan meningkat, dan pada gilirannya menaikkan produksi gula nasional. Indonesia saat ini membutuhkan sekitar enam juta ton gula setiap tahun, sedangkan produksi dalam negeri hanya 2,3 juta ton. [sumber: Voa/*)